Thursday 5 November 2009

Ardi on: Fadel Muhammad dan Isu Perusakan Lingkungan, Perubahan Iklim

Tulisan anak muda [bung Ardi] ini baik dan penting untuk di-ingat oleh Pak Menteri. Mengatur garis pantai lebih dari 80.000km itu tak mudah karena butuh koordinasi dengan daerah terkait serta Polisi Air maupun AL. Nusantara itu negeri maritim bukan negara agraris.


Visi Fadel Muhammad untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat pesisir melalui departemen perikanan dan kelautan akan menjadi sebuah retorika yang miskin substansi apabila dia tidak bisa menghadapi dua isu yang berhubungan juga kesejahteraan masyarakat pesisir.

Masalah perusakan lingkungan dan perubahan iklim menjadi salah satu persoalan yang sangat serius di abad ini. Perubahan iklim dan Perusakan lingkungan yang banyak diakibatkan oleh ulah manusia telah memberikan pelajaran yang serius mengenai masa depan umat manusia itu sendiri.

Perubahan iklim yakni meningkatnya kadar karbon dioksida yang diproduksi oleh industri berbahan bakar fosil (migas dan batu bara), dan kendaraan bermotor telah banyak berakibat kepada perubahan tata kehidupan mahluk hidup dan lingkungan.

Setidaknya ada dua fenomena ekstrem terhadap lautan akibat perubahan iklim global yakni kenaikan suhu air laut dan permukaan laut. kenaikan suhu air laut akan mempengaruhi ekosistem terumbu karang yang menjadi tempat fishing ground dan nursery ground. Menurut hasil Penelitian yang dilakukan LIPI secara nasional. Dari luas areal total yang diperkirakan mencapai 85.700 km2, hanya 6% yang kondisinya baik, sementara 31.5% dalam kondisi sedang dan 40% dalam kondisi yang rusak berat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Perikanan Universitas Bung Hatta sejak tahun 1995, kondisi terumbu karang di perairan Sumatera Barat hampir 80% dalam keadaan rusak berat.

Dan Hasil penelitian Ove Hoegh-gueldberg yang dipublikasikan di jurnal Science edisi Desember 2007, juga meramalkan pemanasan global pada tahun 2050 akan mendesgradasikan 98 persen terumbu karang dan 50 persen biota laut. Oleh karena itu sangatlah tidak mengherankan jika hal ini terus terjadi, maka akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan terutama masyarakat nelayan yang secara langsung besentuhan dengan mata pencahariannya, yaitu terjadinya kelangkaan  hasil tangkapan ikan akibat  terjadinya kerusakan terumbu karang.

Di samping perubahan iklim, perusakan lingkungan akibat ulah manusia juga memberikan dampak yang serius mengenai persoalan tersebut.Penangkapan ikan dengan cara-cara yang tak bertanggung jawab seperti menggunakan bom sianida, trawl juga memberikan dampak perusakan yang semakin cepat yang pada akhirnya berdampak pada masyarakat pesisir.

Namun jika kita berbicara mengenai isu perubahan iklim maka kita akan berbicara mengenai isu internasional, persolan ini bukan saja menjadi persolan nasional namun telah menjadi persoalan seluruh dunia. Perubahan iklim tidak akan bisa dilepaskan dari pesatnya pembangunan dan majunya peradaban umat manusia terutama dalam bidang industrialisasi yang berbahan bakar fosil.

Dari berbagai penelitian mengenai perubahan iklim Negara-negara maju yang memproduksi barang-barang elektronik, kendaraan bermotor seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, China dan India, memberikan dampak yang besar terhadap terjadinya pemanasan global.

Dari sinilah sebetulnya pangkal masalah dan tarikan kepentingan antara Negara-negara maju dan Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pada satu sisi Negara-negara maju akan terus menggenjot industrialisasinya demi menjaga pertumbuhan ekonomi mereka, namun pada sisi yang lain Negara berkembang seperti Indonesia akan merasakan dampak dari perubahan iklim yang sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas Negara maju.

Tarikan kepentingan ini dapat kita lihat dari enggannya Negara-negara maju menandatangani emisi penurunan karbon, namun lebih menekankan mekanisme perdagangan karbon yang sarat akan kepentingan Negara maju.

Oleh karena itu,Indonesia dengan rentang garis pantai 81.000 km dan dengan jumlah sekitar 11 juta nelayan yang menangkap ikan di laut seluas 5,8 juta km persegi, akan sangat terjajah dalam bentuk penjajahan ekologi oleh negara-negara maju jika pemerintahan yang baru tidak bisa membuat terobosan berdiplomasi dengan Negara maju.

Sudah sepatutnya kita memberikan perlawanan terhadap mereka, misalnya menolak produk-produk Negara maju yang masuk ke Negara kita. Tidak dapat dipungkiri bahwa Negara kita adalah pasar yang potensial bagi Negara maju.

Di samping itu, persoalan perusakan lingkungan laut yang terjadi akibat kita sendiri termasuk nelayan dan industri-industri yang membuang limbahnya kelaut harus segera ditindak. Penegakan hukum bagi penangkapan ikan tak bertanggung jawab sudah selayaknya diberi ganjaran yang tegas, di samping telah merusak lingkungan juga telah mengurangi pendapatan nelayan lainnya secara tidak langsung.

Inilah tantangan bagi pemerintahan yang baru termasuk Menteri Perikanan dan Kelautan,untuk memujudkan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Visi Fadel Muhammad untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir tak akan tercapai apabila tidak ada terobosan yang baru dalam mengurangi kerusakan lingkungan laut Indonesia. Semoga bisa !!!***

Penulis adalah Ketua Permakan (Persadan Mahasiswa Karo Universitas Padjadjaran) 2009-2010