Friday, 19 December 2008

Kapan Pajak Pringgan Medan menyusul?

Sampah adalah produksi manusia-modern. Alam tak pernah memproduksi sampah, apa yang dibuang oleh satu makhluk/organisme segera diuraikan atau didaur-ulang sebagai sumber tenaga/enerji oleh makhluk lainnya pada rantai-makanan(food-chain). Manusia-modern menelantarkan sumberdaya sampah-organik yang selalu dicap bau,tempat berbiak bibit penyakit, lalat dsbnya. Namun perlu di-ingat sampah-organik bila dikelola dengan cara yg benar seperti yg dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul, DIY maka bau bisa berubah menjadi Rupiah.

Bantul Akan Subsidi Pupuk Organik
SP/Fuska Sani Evani

Unit Pengelolaan Sampah Terpadu Pasar Bantul yang dikelola Pemerintah Kabupaten Bantul dan Yayasan Danamon Peduli mampu memproduksi sampah pasar menjadi pupuk organik sebanyak 1,5 ton dari 4 ton sampah. Pupuk dijual ke petani seharga Rp 550 per kilogram. Tampak pengolahan pupuk organik di Pasar Induk Bantul yang dioperasikan warga setempat, Rabu (17/12).

[BANTUL] Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan memberi subsidi pupuk organik kepada petani selama satu tahun. Rencana itu akan direalisasikan pada tahun anggaran 2009, dengan harapan petani mampu mengubah kebiasaan dan beralih dari pupuk kimia.

"Setiap hari, 4 ton sampah dari Pasar Bantul dan Imogiri diolah menjadi 1,5 ton pupuk organik. Setelah dilempar ke pasaran, 1,5 ton pupuk organik itu terserap petani bahkan kurang. Artinya, kesadaran petani Bantul menggunakan pupuk organik mulai bagus dan konsekuensinya, Pemkab harus mendukung," ujar Bupati Bantul HM Idham Samawi, seusai acara Konvensi Nasional Program Konversi Sampah pada 31 Kabupaten/Kota se-Indonesia di Bantul, Rabu (17/12).

Setelah berhasil melaksanakan program pengolahan sampah pasar menjadi pupuk organik, yang dikoordinasikan Yayasan Danamon Peduli (YDP), petani Bantul memang mulai melirik pengunaan pupuk organik. Namun, permasalahan mendatang yang harus disikapi adalah ketersediaan pupuk organik ini.

Dikatakan, karena Bantul memiliki lahan sawah seluas 16.000 hektare (ha) dengan estimasi bahwa kebutuhan pupuk organik mencapai satu ton setiap ha, maka seharusnya tersedia 16.000 ton pupuk setiap musim tanam. "Kita harus mengantisipasi ini dan memperluas jangkauan pengolahan sampah," ujarnya.


Meningkat

Setelah menggunakan pupuk organik, terbukti hasil produksi pertanian meningkat hingga 30 persen. "Sudah kami uji coba kepada petani bawang merah di Sanden. Hasilnya jelas meningkat hingga 30 persen dibanding hanya menggunakan pupuk kimia. Selain itu, penggunaan pupuk kimia hanya tinggal 30 persen. Ini kan juga akan memecahkan masalah kelangkaan pupuk seperti saat ini," katanya.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X yang membuka acara tersebut mengatakan, jika pasar dan setiap rumah tangga mampu mengelola sampahnya dengan baik, akan sangat membantu mengatasi problem sampah perkotaan. Kompos meski mengandung unsur hara dan nutrisi lebih sedikit, bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur tanah dan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia.

Sultan mengusulkan, pengolahan pupuk organik juga bisa diterapkan untuk limbah kotoran manusia. "Kalau kotoran hewan dan sampah organik tidak cukup, limbah manusia pun bisa digunakan. Ini sudah dibuktikan di banyak tempat dan hasilnya tetap sama dengan kotoran hewan," katanya.

Ketua Umum Yayasan Danamon Peduli, Risa Bhinekawati mengatakan, proyek percontohan konversi sampah pasar menjadi pupuk organik di Bantul, sudah dilakukan sejak awal tahun 2008.

"Ada dua kabupaten yang telah serius menggarap program ini, yakni Bantul dan Sragen. Tahun depan, program konversi sampah direplikasi oleh 29 Kabupaten/Kota se-Indonesia, di antaranya Tapanuli Selatan, Pekanbaru, Payakumbuh, Tanjungbalai, Jakarta Pusat, dan Bogor," katanya.

Dalam pengolahan pupuk organik, tidak diperlukan banyak biaya. Untuk memproduksi satu kg pupuk, dibutuhkan dana sekitar Rp 350. "Harga produk setelah dilempar ke pasar hanya Rp 550 per kg. Petani tetap aka diuntungkan dengan sistem pengolahan sampah pasar ini, karena selain mengurangi beban pemerintah dalam pengelolaan sampah, petani bisa membeli pupuk organik jauh lebih murah dari pada produksi pabrik yang mencapai Rp 1.000 per kg," katanya. [WMO/152/141]