Tuesday, 16 December 2008

Panen Padi Organik, 7 Ton Per Hektar

Ini contoh konkrit keunggulan menanam padi[atau palawija] dengan sistem organik. Disamping lebih hemat, sehat dan ramah lingkungan - dengan katalain 'win-win solution'.


Senin, 15 Desember 2008 | 03:00 WIB
Cilacap, Kompas - Sejumlah petani di Desa Gentasari, Kecamatan Kroya, Cilacap, Jawa Tengah, menikmati panen padi sri organik, Minggu (14/12), dengan hasil 7 ton per hektar, atau lebih besar daripada hasil panen padi yang ditanami dengan pupuk kimia, yaitu 5 ton per hektar.

Panen padi sri organik di Desa Gentasari dihadiri Bupati Cilacap Probo Yulastoro dan sejumlah pejabat dari Dinas Pertanian Provinsi Jateng serta Dinas Pertanian dan Peternakan Cilacap.

Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian dan Peternakan Cilacap Sujito mengatakan, ada 30 ha lahan padi sri organik di Cilacap yang saat ini memasuki masa panen. Tahun ini merupakan tahun ketiga petani sri organik di Cilacap menikmati masa panen sejak pola tanam sri organik diperkenalkan tahun 2006. ”Panenan kali ini hasilnya menggembirakan. Padahal, padi biasa yang ditanami dengan pupuk anorganik atau pupuk kimia rata-rata hanya 5 ton per ha.”

Padi sri organik memiliki sejumlah keunggulan, pertama, beras lebih sehat karena tak mengandung senyawa kimia. Kedua, harga di pasaran lebih mahal, yaitu Rp 8.000 per kg beras, sedangkan harga gabah kering Rp 4.800 per kg. Selain itu, biaya tanamnya juga lebih murah dan waktu semai lebih cepat. Untuk menanam padi sri organik hanya dibutuhkan 8-10 kg benih per hektar, sedangkan padi anorganik memerlukan 20-25 kg per ha.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel Darmansyah, di Palembang, Minggu, mengatakan, provinsinya mengalami surplus produksi beras 1,15 juta ton selama musim tanam 2008. Kelebihan stok dapat digunakan sebagai indikator pencapaian predikat lumbung pangan, mendukung kegiatan ekspor beras, serta memperkuat cadangan pangan nasional.

Darmansyah mengatakan, surplus beras 1,15 juta ton diperoleh karena konsumsi masyarakat Sumsel tak sebesar jumlah produksinya. Dari total produksi 2 juta ton per Desember 2008, konsumsi warga Sumsel, yang jumlahnya mencapai 7,3 juta, hanya 850.000ton. (HAN/ONI)